sariberita.com – Ketua Umum Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (MAHUPIKI) Yenti Garnasih menegaskan bahwa baik pembuat maupun penyebar berita bohong (hoaks) terkait Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 di media sosial (medsos) dapat dijerat hukum pidana.
“Tentu ada hukumnya, tergantung konten hoaks tentang apa, apa kah fitnah, penghinaan, pornografi, atau pemalsuan data, masing-masing ada undang-undangnya baik konten secara daring atau tidak, semua ada,” jelas Yenti saat dikutip sariberita.com dari ANTARA, Rabu (1/6/2023).
Tidak hanya berpotensi terjerat hukum pada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Yenti mengatakan setiap unsur kesesatan pada konten terkait Pilpres secara jelas termasuk objek pada UU Tindak Pidana Pemilu.
“Dan itu bahkan hukumnya masuk dalam tindak pidana secara cepat, ada pengadilan khusus sendiri,“ jelas Yenti.
Wanita yang telah 35 tahun lebih berkecimpung di hukum tindak pidana itu mengatakan, selain pemerintah yang berperan untuk mengedukasi masyarakat mengenai rambu-rambu hukum penyebaran hoaks, para ketua partai juga wajib untuk mengedukasi para kadernya.
Para kader partai, utamanya yang baru bergabung, menurut Yenti, kerap menjadi aktor dalam penyebaran konten hoaks menjelang pemilu, sehingga berpotensi perpecahan antar masyarakat.
“Seolah-olah tidak tahu ada hukumnya, ini pendidikan politik yang tidak bagus, ketua partai harus memberikan edukasi bahwa ini ada rambu-rambunya,“ tambahnya.
Lebih lanjut, wanita yang mendapat gelar magister dari Universitas Indonesia dan doktor bidang hukum Universitas Trisakti itu juga mengatakan Indonesia telah memiliki patroli siber dari Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, untuk memantau pelanggaran hukum terkait penyebaran hoaks di media sosial.
Menurutnya, patroli siber juga memegang peran penting dalam memberi efek jera kepada para pembuat dan penyebar konten hoaks tersebut.